Cerita Mbah Moedjair, Penemu Ikan Mujair Pertama Di Indonesia
Daftar Isi
Ikan mujair yang
memiliki nama ilmiahnya Oreochromis mossambicus, merupakan ikan air tawar yang
sangat terkenal di Indonesia. Bahkan hingga saat ini banyak masyarakat yang
membudidayakannya untuk dijual ataupun di konsumsi.
Ikan yang berasal dari
perairan Afrika ini memiliki ciri-ciri warna hitam abu-abu dan memiliki sirip
pada punggungnya.
Ikan yang bentuknya hampir menyerupai ikan nila ini pertama
kali di temukan di Indonesia oleh Pak Modjair tepat di muaraa sungai serang
pantai selatan Blitar, Jawa Timur pada tahun 1939. Memang masih menjadi misteri
bagaimana ikan ini bisa hijrah sampai ke wilayah Indonesia.
Ikan Mujair |
Pak Moedjair
ternyata memiliki nama asli Iwan Dauluk, namun sering dipanggil dengan nama
Mbah Moedjair. Beliau lahir di Desa Kuningan, Blitar pada tahun 1980.
Di
panggil dengan nama akrab Mbah Moedjair ini tentu juga bukan tanpa alasan.
Beliau memiliki cerita sendiri. Pada suatu hari beliau menemukan ikan yang
sedang bermain dalam air dengan jumlah yang cukup banyak.
Namun menurut beliau
uniknya ikan-ikan tersebut memiliki anak yang disimpan dalam mulutnya jika
terlihat ancaman dan kemudian di keluarkan lagi jika keadaan sekitar sudah
aman.
Berangkat dari
keunikan tersebut akhirnya mbah Moedjair memiliki niat untuk mengembangkan ikan
tersebut di tempatnya. Akhirnya beliau menangkap beberapa ekor ikan tersebut
dan uniknya beliau hanya menggunakan sarung ikat kepala beliau.
Namun pada saat
pertama kali usahanya untuk mengembangbiakkan ikan ini tidaklah gampang. Hal
ini terjadi karena ikan yang awalnya berada pada habitat air asin dan payau ini
tidak langsung bisa beradaptasi dalam air tawar.
Dengan tekadnya
yang kuat untuk mengembangbiakkan ikan ini diperairan air tawar, maka beliau
tidak langsung menyerah. Beliau terus berusaha untuk kembali ke muara pantai
serang yang berjarak sekitar 35 km dari tempat beliau berada dengan medan yang
sangat sulit.
Meskipun harus berjalan kaki sekitar 2 hari 2 malam untuk
mencapai tempat tersebut, beliau tetap tidak pernah menyerah untuk kembali
mengambil beberapa ekor ikan mujair.
Akhirnya
berbagai percobaan beliau lakukan seperti mencampur adukkan antara air laut
yang sedikit ditambah air tawar dalam jumlah yang banyak melebihi air laut.
Percobaan untuk kadar air ini terus beliau lakukan hingga mencapai 11 kali percobaan.
Pada percobaan yang ke 11 inilah beliau berhasil mengembangbiakkan ikan mujair
yang bisa beradaptasi dengan air tawar.
Setelah berhasil
dengan percobaannya beliau terus mengembangbiakkan ikan ini di kolamnya.
Awalnya hanya memiliki 1 kolam kemudian karena perkembangan ikan ini yang
sangat pesat beliau membuat 3 kolam.
Kemudian beliau juga memberikan bibit ikan
mujair ini kepada tetangga dan kerabat-kerabat dekat beliau. Hingga akhirnya
ikan ini dikembangbiakkan lalu di jual kepasar-pasar.
Ternyata tak ada
yang menyangka usaha pengembangbiakan mbah Moedair ini terdengar hingga ke
telinga penguasa wilayah Jawa Timur pada saat masa penjajahan. Penguasa
tersebut mengirimkan seorang peneliti untuk meneliti lebih lanjut tentang
berita ini.
Setelah sang peneliti mewawancarai mbah Moedjair, akhirnya di ambil
kesimpulan bahwa ikan mujair ini berasal dari lautan Afrika. Akhirnya Mbah
Moedjair atas segala usahanya tersebut diberi penghargaan oleh penguasa pada
saat itu.
Penghargaan tersebut atas keberhasilan beliau menemukan dan
mengembangbiakkan spesies baru yang aslinya dari laut. Spesies ikan baru ini
langsung diberi nama oleh penguasa pada saat itu sesuai dengan nama mbah
Moedjair yaitu ikan Moedjair atau yang kita kenal sekarang ikan Mujair.
Penghargaan
kepada beliau pun tak terhenti pada saat itu saja. Namun sejarah telah mencatat
seperti yang telah tertulis di buku "Perkenalkan: Ikan (Pak) Mujair, dalam
Dari Kutu sampai ke Gajah" karya Soeseno.
Beliau mendapat penghargaan
kembali pasca kemerdekaan Indonesia pada tahun 1951 dari kementrian pertanian
RI. Kemudian disusul pada tahun 1954 dari Eksekutif Committee Indo Pasifik
Fisheries Council (ECIPFC).
Pada bulan
september 1957 Mbah Moedjair meninggal dunia karena penyakit asma yang
dideritanya. Kemudian dimakamkan di Blitar, Jawa Timur dan di batu nisan pada
makam beliu pun bertuliskan ''Moedjair, Penemu Ikan Moedjair DiPantai Serang''
yang disertai dengan ukiran pada batu nisan dengan gambar ikan mujair.
Makam Mbah Moedjair |
Maka jangan
heran jika ikan mujair ini bisa bertahan di dalam air payau dengan kadar garam
didalamnya. Pada habitatnya ikan mujair berkembang biak sekitar 3 bulan lalu
dapat berkembang biak lagi sekitar 1,5 bulan.
Setiap berkembang biak ikan ini
dapat menghasilkan telur hingga ratusan butir yang akan dibuahi dalam mulut
Mujair betina dan akan menetas sekitar seminggu.
Tentu dengan
perkembangannya yang begitu cepat ikan ini akan terus bertambah meningkat dalam
waktu yang singkat. Terlebih dapat beradaptasi dengan berbagai keadaan dan
lingkungan.
Di luar negeri seperti Amerika Serikat, ikan ini dianggap sebagai
bahaya bagi ekosistem perairan setempat, maka disana dilakukan pembatasan
terhadap ikan ini.
Posting Komentar